KELUARGA DAN SISTEM KEKERABATAN (ISBD)
Kata Pengantar
Segala puji kami haturkan kepada Allah SWT yang dengan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Keluarga Dan Sistem Kekerabatan
Makalah ini kami buat di samping sebagai tugas dari dosen mata kuliah ISBD. Makalah ini juga merupakan sebuah bahan pelajaran.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk membantu kami lebih mudah untuk memahami Keluarga Dan Sistem Kekerabatan dan sebagai bahan diskus nantinya.
Akhirnya makalah ini dapat terselesaikan sebagaimana yang diinginkan dan tak lepas dari bantuan dari pihak serta buku Ilmu Sosial Budaya Dasar. Untuk itu kami haturkan banyak terima kasih.
Saran dan kritik dari dosen dan semua pihak yang tentunya bersifat membangun sangat kami harapkan agar dalam pembuatan makalah berikutnya dapat lebih baik dan terlepas dari segala kesalahan yang terjadi pada makalah ini.
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah Keluarga dan sistem kekerabatan dasarnya merupakan bagian dari hidup kita. Karena tidak adanya keluarga dan sistem kekerabatan maka tidak ada sosialisasi masyarakat.
Ada juga keluarga inti yang tidak lengkap karena alasan ekonomi, seperti yang ditemukan oleh Santoso (1985), dalam studinya mengenai keluarga-keluarga yang hidup di desa Cibuaya Kabupaten Krawan. Dalam studi tersebut Santoso menemukan sebagian besar suami telah meninggalkan istri dan anak-anaknya untuk jangka waktu yang cukup lama untuk bekerja di kota Jakarta atau kota-kota lainnya untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar dibandingkan tinggal di desanya, bahkan ada suami pergi ke negeri lain untuk mencari pekerjaan.
Manusia sebagai makhluk biologis sama dengan hewan, yaitu harus berhubungan kelamin dengan lawan jenisnya untuk memenuhi hasrat biologis dan mengembangkan keturunannya. Jika ini tidak terjadi maka tidak terjadi pula keluarga dan kekerabatan
Perkawinan adalah hubungan permanen antara laki – laki dengan prempuan yang secara sah diakui oleh masyarakat bersangkutan berdasarkan budaya yang berlaku di lingkungan sosialnya.
Keluarga diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang ditandai adanya kerja sama ekonomi.
B. Rumusan Masalah
Disini kita akan mempelajari : 1. Apa itu Perkaiwnan ?
2. Apa saja bentuk dari keluarga ?
3. Istilah apa saja yang di sebut pada kekerabatan ?
4. Bagaimana cara Peranan kekerabatan ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua. Selain itu, penulisan ini juga dilakukan untuk memperoleh data informasi mengenai Keluarga dan sistem kekerabatan yang ada pada masyarakat D. Manfaat Penulisan
Manfaat dalam penulisan makalah ini untuk memberi dan memperoleh informasi pada mahasiswa mengenai Keluarga dan sistem kekerabatan.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Keluarga dan sistem kekerabatan
A. Perkawinan
Manusia sebagai makhluk biologis sama dengan hewan, yaitu harus berhubungan kelamin dengan lwan jenisnya untuk memenuhi hasrat biologis dan mengembangkan keturunannya. Perbedaannya hanya terletak pada budayanya, manusia mempunyai adat istiadat, sedangkan hewan tidak, sehingga manusia cendrung membentuk pasangan yang permanen. Pasangan – pasangan tersebut terwujud yang disebabkan oleh adanya perkawinan yang akhirnya memebentuk sebuah keluarga. Suatu perkawinan mewujudkan suatu keluarga dan memberikan keabsahan atas kelahiran anak – anaknya. Perkawinan tidak hanya terjadi hubungan antara yang kawin saja, namun melibatkan juga hubungan kerabat di antara kedua belah pihak. Wujud perkawinan walaupun landasannya untuk berhubungan kelamin, tetapi pada dasarnya juga melibatkan kepentingan hubungan kasih sayang, saling melindungi, hubungan ekonomi, politik dan hubungan sosial lainnya. Adanya keterlibatan kekerabatan antara kedua belah pihak mewujudkan kesatuan sosial dan memperluas hubungan kekerabatan dan terbentuklah masyarakat.
B. Keluarga
Keluarga diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang ditandai adanya kerja sama ekonomi. Fungi keluarga adalah berkembang biak, mensosialisasikan atau mendidik anak, menolong, melindungi atau merawat orang – orang tua. Deferensi peranan ialah fungsi soladiritas, alokasi ekonomi, alokasi kekuasaan, alokasi integrasi (sosialisasi), dan ekspresi atau mnyatakan diri. Kesemuanya atas pertimbaangan umur, perbedaan seks, generasi, perbedaan posisi ekonomi, dan pembagian kekuasaan. Bentuk keluarga terdiri dari seorang suami, seorang istri, dan anak – anak yang biasanya tinggal dalam satu rumah yang sama (disebut keluarga inti). Secara resmi biasanya selalu terbentuk oleh adanya hubungan perkawinan.Namun, ada juga keluarga inti yang terbentuk tidak didahului oleh perkawinan. Misalnya suatu keluarga inti dapat terbentuk karena seorang laki – laki dan seorang perempuan mengadakan hubungan kelamin secara permanen tanpa melalui suatu akad nikah dan melahirkan keturunan – keturunannya. Keluarga seperti ini tinggal bersama anak – anaknya dalam satu rumah tangga dan membentuk suatu kesatuan sosial. Kalaupun keberadaannya didasarkan pada adat dan budaya tidak derestui oleh masyarakat. Hubungan perkawinan seperti ini dinamakan perkawinan baku piara atau kumpul kebo. Keluarga inti seperti ini dapat dedefenisikan sebagai suatu keluarga, secara permanen tinggal sebagai suami istri dan anak – anak mereka, namun berdasarkan adat dan budaya secara umum tidak selamanya dapat dibenarkan.
Dalam kenyataannya ada sejumlah masyarakat yang keluarga intinya tidak lengkap, karena tidak adanya suami atau istri yang hidup bersama dalam satu rumah tangga. Dalam keluarga yang tidak lengkap ini, suamilah yang biasanya tidak hidup dalam keluarga tersebut. Misalnya orang ashanti, yaitu suatu suku bangsa yang hidup di Ghana. Di Afrika berlaku suatu aturan berkenaan tempat tinggal setelah perkawinan berlangsung, dimana suami dan istri masing-masing tinggal di keluarganya dan anak-anak mereka tinggal bersama ibunya.
Ada juga keluarga inti yang tidak lengkap karena alasan ekonomi, seperti yang ditemukan oleh Santoso (1985), dalam studinya mengenai keluarga-keluarga yang hidup di desa Cibuaya Kabupaten Krawan. Dalam studi tersebut Santoso menemukan sebagian besar suami telah meninggalkan istri dan anak-anaknya untuk jangka waktu yang cukup lama untuk bekerja di kota Jakarta atau kota-kota lainnya untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar dibandingkan tinggal di desanya, bahkan ada suami pergi ke negeri lain untuk mencari pekerjaan.
1. Keluarga hendaknya selalu menjaga dan memperhatikan cara pandang individu terhadap kebutuhan pokok, baik yang bersifat organik maupun psikis, sehingga cara pemenuhan kebutuhan dapat berjalan sesuai dengan porsi dan batas-batas tertentu
2. Mempersiapkan segala sesuatu yang ada hubungannya dengan pendidikan. Artinya keluargalah yang mempunyai tanggung jawab moral pada usaha untuk mengupayakan pendidikan dan menjadikan individu menjadi orang terdidik.
3. Membina individu dengan cara mengamati kecenderungan individu. Hasil kegiatan tersebut dapat dijadikan bahan pengembagan potensi yang ada.
Keluarga adalah model masyarakat yang menjadi acuan untuk ditiru dan juga mejadi kebanggaan masyarakat. C. Kekerabatan
Seseorang “ego” yaitu istilah yang digunakan dalam mewujudkan seseorang sebagai pusat pertalian darah dalam suatu hubungan dengan seseorng atau sejumlah orang lain. Ego dianggap sebagai kerabat oleh seseorang yang lain, karena orang tersebut masih satu keturunan atau mempunyai hubungan darah dengan ego. Walaupun orang tersebut tempatnya berjauhan dengan tempat tinggal ego bahkan belum pernah bertemu, namun tetap sebagai satu kerabat. Ketentuan-ketentuan siapa saja yag terdapat kerabat ego dibuat berdasarkan atas sistem kerabatan yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan dimana ego salah seorang warganya. Sistem kekerabatan adalah serangkaian aturan-aturan yng mengatur penggolongan orang-orang yang sekerabat, suatu sistem yang membedakan antara yang masuk anggota kerabat dengan yang bukan kerabat. Di samping itu juga melibatkan adanya berbagai tingkatan hak dan kewajiban di antara mereka yang satu kerabat.
Istilah kekerabatan yang digunakan untuk menunjukkan identitas dan status para anggota kekerabatan berdasarkan penggolongan dan kedudukannya dalam kekerabatan masing-masing ego. Misalnya seorang anak orang bugis harus menyebut saudara laki-laki ayah atau ibunya dengan “amaure” atau “purina” (paman), saudara perempuan ayah atau ibu dengan “inaure” atau “purina” (bibi), kepada ayahnya dipanggil “ambo” atau “rnangge” kepada ibunya dipanggil “indo” atau “ammna” dan seterusnya.
D. Peranan Kekerabatan
Setiap masyarakat yang mempunyai identitas tertentu karena digolongkan dalam suatu kedudukan menurut istilah kekerabatan yang berlaku diharapkan untuk menunjukkan kelakuan atau tindakan-tindakan tertentu sesuai dengan identitasnya. Misalnya peranan seorang ayah berbeda dengan peranan seorang ibu kepada anaknya. Dalam berbagai hubungan sosial di antara sesama kerabat, terjadi pula peranan yang serasi dan formal atau resmi. Hal ini merupakan sikap yang diharapkan untuk diwujudkan oleh orang yang bersangkutan berdasarkan atas aturan yang ada dalam sistem kekerabatan. Misalnya hubungan antara menantu perempuan dengan mertua laki-laki harus ada batas, tidak boleh seperti hubungan suami istri. Bahkan suatu masyarakat seperti orang Ghana di India terdapat hubungan pengingdaran. Di mana seorang perempuan harus menutupi mukanya dengan kain atau kerudung apabila bertemu dengan mertua laki-lakinya.
Sistem yang dimiliki suku Jawa merupakan sistem kekerabatan bilateral dengan sistem kekerabatan yang dimiliki oleh suku Sunda. Di mana keduanya menganggap bahwa garis keturunan yang ditarik leluhur baik dari ayah maupun ibu adalah sama dan satu keturunan. Sedangkan suku Batak memiliki sistem kekerabatan yang bersifat fatrilineal. Keturunan dari pihak leluhur yang melalui pihak ayah, atau laki-laki sajalah yang dianggap sebagai kerabat seketurunan. Sedangkan pada suku Minangkabau mempunyai sistem kekerabatan yang Matrilineal yaitu keturunan dari pihak ibu sajalah yang dianggap sebagai satu kerabat atau satu keturunan.
Daftar Pustaka
Arifin, Zainal. 2012.”Ilmu Sosial Budaya Dasar”. Makassar: Anugrah Mandiri.