NEGERIKU PULAUKU
OLEH : AP17
Tak kusangka perbedaan mencolok antara penculik miliyaran yang begitu gagahnya memiliki pendidikan tinggi, gelar yang bertitle di depan dan belakang namanya, saat ditetapkan sebagai tersangka malah cuman bangganya, santainya, senyumnya gituloh di depan kamera sama sekali tidak pernah ada kesalahan yang ia perbuat, tidak ada rasa penyesalan dalam dirinya.
Budaya negeriku ini telah musnah ditimpah uang yang berlimpa yaitu “MALU” atau “SIRI” dalam bahasa bugis. Bandingkan dengan penculik ratusan ribu atau hanya menculik setangkai kayu malah sikapnya dan memiliki penyesalan malah ada yang meneteskan air mata karena telah dijadikan tersangka. Iapun tidak mengenyam pendidikan tinggi, tidak memiliki gelar, cuman memiliki modal nama saja. Itupun ada yang beralasan melakukan perbuatan ini untuk jaminan hidup di dunia karena tidak memiliki pekerjaan.
Begitu lucunya negeriku, negeri yang begitu luas namun tak mampu berkembang akibat penculik yang bergelar title sangat elite begitu banyak di negeri ku ini. Milyaran itu diculik sang penguasa negeri pulau, padahal mereka telah diberi oleh Negara penghasilan yang cukup atau sangat layak bagi mereka untuk berbakti di tanahku tanah kita semua. Namun mereka belum puas dengan kekayaan yang mereka punya. Seandainya milyaran itu dibagikan kepada masyarakat kurang mampu di negeriku, mungkin akan sangat bermanfaat bagi negeriku ini.
Lucunya negeriku ini
Kuingat kutipan darisebuah acara di salah satu stasiun tv “punya gelar bukan berarti sudah kelar, tapi gelar seharusnya membuat kita menjadi benar”. Apakah setelah kita memiliki gelar akan membuat kita semakin benar ?
Jawabannya tidak, jawabannya belum.
Kebanyakan yang punya gelar malah bertingkah seperti tikus yang kelaparan, ibarat tikus yang menculik makanan yang ada di meja makan. Begitu gambaran pencuri berdasi yang biasa diberi julukan “tikus kantor”.
Problem ini diakibatkan kurangnya SQ (Spiritual quotient) yang dimiliki para elite penguasa Negara. Akibat ini para elite tidak bersyukur dan terus ingin menambah kekayaannya dan melaksanakan perintah kelaknakan setan yang tak hentinya menggoda manusia, akibatnya melupakan yang namanya tuhan sang pencipta yang memberi apapun. Masalah ini pula dikarenakan kurang adanya program pendidikan agama yang ada di sekolah maupun perguruan tinggi. Misalnya di sekolah, waktu pelajaran agama hanya 2 jam perminggu, hal ini sangat menghawatirkan bagi kaum penerus bangsa selanjutnya.
Sebagai seorang manusia seharusnya tidak diam dan terus dibodohi, membeca berita, meluangkannya dengan amarah dan akhirnya finish atau tidak ada jelas amarahnya itu mau dikemanakan tanpa adanya pergerakan.
Pemberantasan harus diterapkan agar mengurangi, akibatnya ketika kurang akan tidak ada lagi yang akan maumelakukan perbuatan terlarang tersebut agar tikus kantor punah. Pendidikan pun demikian, pelajaran agama seharusnya di perbenyak waktunya dibanding mata pelajaran yang lain. Seharusnya kaum mudah mengkaji pengetahuan agama lebih banyak dibanding dengan pengetahuan dunia saja.
Semoga pemberantasan penculik milyaran bangsaku yang bergelar title sangat elite ini dapat deterapkan di negeriku, negeri yang begitu luas, negeri yang begitu indah.
“NEGERIKU PULAUKU”